• Jelajahi

    Copyright © SMM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Petani Keluhkan Pupuk Subsidi Langka, HA Sopyan Minta Pemerintah Optimalkan Pengawasan

    Tim Redaksi
    , February 08, 2022 WIB

    HA Sopyan BH (kiri) saat meninjau perkebunan dan pesawahan di daerah Kp Sindang Raja Desa Cidolog Kecamatan Cidolog Kabupaten Sukabumi, beberapa waktu lalu.

    Minimnya realisasi alokasi kebutuhan subsidi pupuk ke petani menjadi sinyal lemahnya administrasi yang dibangun oleh pemerintah pusat.


    SMM, SUKABUMI – Petani padi di sejumlah daerah kembali mengeluhkan lantaran naiknya biaya produksi akibat kelangkaan stok pupuk subsidi, khususnya di masa pandemic Covid-19 ini.


    Anggota Komisi II DPRD Jabar Fraksi Gerindra, H.A. Sopyan, BHM., mengatakan, kelangkaan stok subsidi pupuk tersebut ditengarai karena adanya permasalahan alokasi di tingkat kabupaten atau kota yang tidak sampai pada petani.


    Akibatnya, sejumlah kelompok tani melaporkan adanya kenaikan harga pupuk subsidi yang relatif tinggi menjelang masa tanam padi tersebut. 


    “Kelangkaan itu karena ada tekanan-tekanan atau intervensi politik. Misalnya kalau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok [RDKK] kebutuhannya 50.000 ton, ke petani itu tidak pernah sampai segitu, paling hanya 30.000 ton, itu yang disebut Ombudsman maladministrasi,” kata H.A Sopyan kepada sukabumiNews, ditemui di kediamannya baru-baru ini.


    Berdasarkan laporan yang dihimpun API, harga Pupuk Subsidi Urea saat ini sebesar Rp135.000 atau naik Rp5.000 dari Rp130.000 per karung, Pupuk Subsidi NPK Phonska dan ZA sebesar Rp140.000 atau naik Rp5.000 dari Rp135.000 per karung.


    Sementara untuk Pupuk Organik Petroganik mengalami kenaikan sebesar Rp20.000 menjadi Rp40.000 dari posisi awal Rp20.000 per karung.


    H.A. Soyan menuturkan, kelangkaan pupuk subsidi itu lantaran sistem perencanaan dan pengawasan hingga ke petani tidak optimal. Dia mengatakan minimnya realisasi alokasi kebutuhan subsidi pupuk ke petani menjadi sinyal lemahnya administrasi yang dibangun oleh pemerintah pusat.


    “Ini temuan di lapangan, pupuk-pupuk bersubsidi bisa dijual non subsidi, pupuk subsidi itu bisa dijual ke perusahaan-perusahaan yang memiiki HGU perkebunan baik di kehutanan atau perkebunan itu banyak modusnya,” kata dia.


    Dengan demikian, dia menegaskan, alokasi pupuk subsidi itu relatif tidak tepat sasaran. Konsekuensinya, biaya produksi gabah menjadi tinggi, sementara nilai jual produksi menjadi anjlok pada awal tahun depan.


    “Kasihan, biasanya pupuk subsidi untuk mengurangi biaya produksi akhirnya karena telat dari pada padi mati petani beli pupuk non subsidi tetapi memengaruhi biaya produksi karena berpengaruh pada tingkat pendapatan,” kata dia.


    Untuk itu Sopyan berharap kepada Distributor pupuk, terutama kepada Pemerintah, dalam hal ini dinas pangan Provinsi ataupun Dirjen Tanaman Pangan, untuk memperhatikan dan membahas soal kelangkaan pupuk subsidi ini.


    “Temen-temen petani kita kan di wilayah utara sangat mengeluh dengan masalah pupuk ini. Karena sekarang kebanyakan mereka membeli pupuk non subsidi. Untuk itu saya berharap kepada distributor pupuk, atau dinas terkait untuk segera membahas soal kelangkaan pupuk subsidi ini,” pungkasnya. (Prim RK)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini